Cerita Siswi SD Tinggal Seorang Diri di Kampung Mati di Tengah Hutan, Jalan 3 KM untuk ke Sekolah




Berikut kisah keluarga siswi SD pilih tinggal di kampung mati di tengah hutan.


Septi, siswi SD tinggal sendirian di tengah hutan di Yogyakarta.


Untuk ke sekolah Septi harus berjalan kaki sejauh 3 kilometer.


Saat menuju ke sekolah, gadis kecil ini juga harus melewati jembatan yang hampir rusak.


Meski begitu, siswi SD yang bercita-cita ingin jadi guru melukis ini tetap bahagia.


Seorang siswi SD di Yogyakarta hidup sendiri di sebuah hutan angker dan berusaha terus bertahan.


Sosok siswi SD di Yogyakarta yang hidup di hutan angker tersebut terbiasa sendiri.


Ia bahkan harus berjalan kaki sejauh 3 Km untuk menuju sekolah.


Siswi SD ini menghuni rumah orang tuanya di saaat semua warga kampung sudah tak ada.


Kondisi kampung mati itu juga telah lama ditinggal warga dan hanya tersisa hutan angker.


Tetapi bagi Septi hal itu tidak masalah selama dirinya masih bisa menjalani hari-hari dengan baik.


Sosok siswi SD yang nekat hidup sebatang kara di hutan angker itu adalah Septi.


Seperti dikutip TribunJatim.com dari TribunnewsBogor.com, kisah Septi menjadi sorotan karena berani.


Satu keluarga nekat tetap tinggal di Kampung Mati yang berada di tengah hutan.


Kampung yang dulunya dihuni banyak warga itu kini hanya menyisakan satu keluarga saja.


Ya, Sumiran bersama istri Sugiati dan putrinya bernama Septi nampaknya memilih tetap bertahan meski hanya mereka bertiga saja.


Lokasi kampung mati ini berada di Desa Sidomulyo, Kecamatan Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.


Diwilayah tersebut ada sebuah kampung yang diberinama Kampung Suci yang lokasinya ditengah-tengah hutan.


Kampung Suci kini seperti kampung mati lantaran ditinggalkan penghuninya sejak beberapa tahun lalu.


Septi, siswi SD yang jalan kaki 3 km untuk sekolah ternyata tinggal menyendiri di tengah hutan.


Septi dan orangtuanya, Sumiran dan Sumiati tinggal di kampung mati yang ditinggal pergi oleh warganya.


Para tetangga Septi memutuskan untuk pergi dari kampung tersebut karena akses yang jauh dari mana-mana.


Warga sekitar rumahnya memilih menjual lahan mereka lalu pergi ke kampung lain.


Kini, hanya tersisa Septi dan orangtuanya saja yang tinggal di kampung tersebut.


Bukan cuma terpencil, rumah Septi juga angker karena lokasinya berada di tengah-tengah hutan belantara.


Septi dan ibunya, Sumiati mengaku sering melihat penampakan yang ada di sekitar rumahnya itu.


Ayah Septi, Sumiran mengaku sudah tinggal di rumah tersebut selama 24 tahun.


"Tinggal di sini sudah 24 tahun, dari masih banyak warganya sampai sekarang tinggal rumah kami saja," kata Sumiran dilansir dari Youtube Jejak Bang Ibra, Senin (29/5/2023).


Menurut Sumiran, dulunya di kampung mati tersebut terdapat 7 rumah.


"Tadinya ada 7 rumah, pada pindah sekarang tinggal satu (rumah), saya," ungkap dia.


Ia mengatakan, sudah sekitar empat tahun ini para tetangganya meninggalkan kampung mati tersebut.


Dari enam KK yang meninggalkan kampung mati itu, masih ada satu rumah yang masih kokoh berdiri.


Namun pemilik rumah tersebut sudah pergi meninggalkan kampung itu dan pindak ke kampung sebelah.


Meski tinggal di tengah hutan sendirian, Sumiran mengaku tak takut.


"Enggak ada yang saya takuti, dari dulu di sini enggak ada apa-apa," tuturnya.


Hal itu justru berbeda dengan cerita Septi dan ibunya.


Sang ibu pernah punya pengalaman mengerikan saat suaminya sedang pergi ke kampung sebelah.


"Tiba-tiba pas mati lampu ada yang gebrak meja, lalu pindah ke kamar," kata Sumiati.


Cerita serupa juga pernah dialami oleh Septi di rumah angker tersebut.


"Aku lihat ada badannya tinggi, warna putih, sering lihat juga yang lewat di dekat pohon bambu," tutur Septi.


Meski kondisi rumahnya sangat sederhana terbuat dari kayu dan lantainya masih tanah, Septi dan orangtuanya betah tinggal di sana.


Sumiati pun mengaku harus berjalan jauh untuk membeli kebutuhan sayur di pasar.


"Ke pasar dua minggu sekali, jalan kaki jauh. Sekitar 1 km lebih," katanya.


Meski jarak rumahnya ke sekolah jauh, namun Septi tetap semangat mengejar cita-cita.


Septi yang hobi menggambar itu memiliki cita-cita menjadi seorang guru melukis.


Demi menempuh pendidikan dan tetap mendapatkan ilmu, Septi menempuh jarak yang jauh.


Septi, siswi SD di Yogyakarta ini harus menempuh perjalanan jauh untuk bisa bersekolah.


Setiap harinya, ia melewati jalan setapak bebatuan dan tanah merah.


Jalan yang dilalui Septi dirimbuni pepohonan dan sisi kanannya terdapat tebing tinggi.


Ia juga harus melewati sungai dan jembatan bambu sudah sudah mulai rusak.


Belum lagi Septi harus melewati pepohonan bambu yang terlihat angker ketika hari mulai gelap.


Perjalanan lebih dari satu kilometer harus dilalui Septi setiap harinya untuk bisa bersekolah.


Meski harus berjalan kaki dengan kondisi jalanan yang mengerikan, Septi tetap semangat pergi ke sekolah.


"Kalau hujan juga tetap berangkat (sekolah)," kata Ayah Septi, Sumiran dikutip dari Youtube Jejak Bang Ibra, Senin (29/5/2023) via Tribun Bogor.


Jarak yang ditempuh Septi dari rumah ke sekolah lalu kembali lagi ke rumah sekitar 3 kilometer.


Itu artinya, siswa kelas 3 SD itu harus jalan kaki sepanjang 3 km setiap hari demi bisa bersekolah.


Orangtua Septi, Sumiran dan istrinya, Sumiati tinggal di sebuah desa terpencil di tengah hutan.


Bukan cuma jaraknya yang jauh dari mana-mana, keluarga Septi juga hanya tinggal seorang diri di kampung tersebut. (*)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak